Rasabou Tenggelam dalam Kepalsuan: Pemimpin Desa yang Layak Diseret ke Meja Hukum

0

Desa Rasabou di Kecamatan Huu diguncang skandal kepemimpinan. Kepala Desa gagal merealisasikan janji pembangunan, BPD pasif. Dugaan pelanggaran UU Desa dan indikasi korupsi menyeruak. Masyarakat desak audit, pemberhentian, dan penegakan hukum.

IMG-20250806-WA0028

Pemerintahan Desa Rasabou, Kecamatan Huu, telah menjadi cermin buram dari kegagalan kepemimpinan yang tidak hanya cacat etika, tetapi juga melanggar hukum. Kepala desa yang terpilih dengan janji manis pembangunan Gedung Serbaguna dan pagar keliling kebun (SO) kini terbukti hanya pandai beretorika. Janji-janji itu kandas tanpa realisasi, transparansi, maupun akuntabilitas. Yang tersisa hanyalah kebisuan dan ketidakpedulian terhadap jeritan rakyat. Ini bukan sekadar keterlambatan administratif, melainkan pengkhianatan politik dan pelanggaran hukum yang sistematis.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 26 ayat (4) huruf c dan d, mewajibkan kepala desa melaksanakan pembangunan secara partisipatif, transparan, dan bertanggung jawab, sekaligus mewujudkan visi-misi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Mengabaikan visi-misi ini bukan hanya kegagalan, tetapi pelanggaran sumpah jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 huruf e. Sanksi pemberhentian, sebagaimana ditegaskan Pasal 30 ayat (2), menjadi konsekuensi logis atas pelanggaran tersebut. Lebih jauh, ketidakjelasan penggunaan anggaran desa menimbulkan dugaan penyalahgunaan wewenang, bahkan indikasi tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika dana desa dialokasikan namun tidak direalisasikan sesuai RPJMDes dan RKPDes, maka pelanggaran hukum telah nyata.

Parahnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Rasabou, yang seharusnya menjadi pengawas dan penyampai aspirasi rakyat sesuai Pasal 55 UU Desa, justru terlihat pasif dan bisu. Sikap ini memunculkan pertanyaan kritis: apakah BPD telah terkooptasi dalam lingkaran kepentingan kepala desa? Jika benar, maka BPD tidak hanya gagal menjalankan fungsinya, tetapi juga layak dievaluasi dan dibubarkan sesuai mekanisme pengawasan pemerintah daerah. Ketiadaan transparansi laporan keuangan, pengabaian program prioritas, dan sikap arogansi pemdes mencerminkan cacat moral dan hukum yang tidak bisa ditoleransi.

Kondisi ini bukan lagi soal ketidakmampuan, tetapi pembangkangan terhadap hukum dan pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. Desa Rasabou telah menjadi ladang kekuasaan pribadi, bukan ruang pelayanan publik. Berdasarkan Pasal 29 dan 30 UU Desa, kepala desa yang melanggar sumpah jabatan atau menyalahgunakan wewenang dapat diberhentikan sementara, bahkan permanen. BPD yang lalai pun harus dievaluasi kinerjanya secara menyeluruh. Aparat hukum, Inspektorat, dan pemerintah daerah wajib melakukan audit investigatif terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), disertai klarifikasi publik yang terbuka.

Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pembangunan Desa menegaskan bahwa setiap pembangunan harus berbasis RPJMDes dan RKPDes, dengan laporan pertanggungjawaban yang jelas. Ketiadaan laporan atau pengalihan anggaran tanpa musyawarah desa bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga berpotensi masuk ranah pidana. Desa Rasabou tidak boleh terus dikuasai elit yang mabuk kekuasaan namun mandul dalam pembangunan. Pemimpin yang buta hukum, tuli terhadap suara rakyat, dan bebal terhadap tanggung jawab moral tidak pantas menduduki kursi kepemimpinan.

Rakyat Rasabou telah lama bersabar, tetapi kesabaran ada batasnya. Kegagalan kepemimpinan ini bukan hanya soal proyek yang mangkrak, tetapi juga tentang kebusukan sistem pengawasan dan ancaman terhadap tata kelola desa yang berkeadilan. Desa bukan milik segelintir elit, melainkan milik seluruh rakyat. Ketika keadilan tidak ditegakkan, suara rakyat menjadi panggilan untuk perubahan. Saatnya menuntut pemberhentian kepala desa yang cacat etika dan hukum, serta mereformasi BPD yang tidak berfungsi. Audit menyeluruh, penegakan hukum, dan penggantian pemimpin yang amanah adalah langkah konkret untuk menyelamatkan Rasabou dari kepalsuan.

Pemerintah daerah dan aparat hukum harus bertindak tegas. Rakyat berhak menuntut pemimpin baru yang mampu memimpin dengan integritas, bukan sekadar menikmati kekuasaan. Rasabou membutuhkan kebangkitan, bukan kelanjutan kepemimpinan yang merusak. Saatnya rakyat bersuara: lengserkan pemimpin yang melanggar hukum dan moral, tegakkan keadilan di akar rumput!

img 20250806 wa00288506930431163020061
Dok : Foto M Galang Anugrah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *