Membangun Generasi Muda Samaguna: Sportif, Cerdas, dan Cinta Tanah Air

Sebagai Ketua Panitia Lomba Semarak Kemerdekaan HUT RI ke-80 yang diselenggarakan Karang Taruna Desa Samaguna, saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya rangkaian kegiatan ini. Tema yang diusung, “Generasi Muda Samaguna Sportif, Cerdas, dan Cinta Tanah Air,” mencerminkan semangat generasi muda untuk berkontribusi dalam memajukan desa dan bangsa. Namun, di balik semangat tersebut, kita harus jujur mengakui bahwa tema ini belum sepenuhnya terwujud dalam realitas sehari-hari. Banyak tantangan yang masih menghambat generasi muda Desa Samaguna, dan bahkan Indonesia secara keseluruhan, untuk menjadi sportif, cerdas, dan cinta tanah air dalam makna yang utuh.
Sportivitas yang diharapkan tidak hanya terbatas pada sikap fair play dalam kompetisi, tetapi juga pada kemampuan untuk menghargai perbedaan dan bekerja sama dalam kehidupan bermasyarakat. Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa semangat sportivitas sering kali terkikis oleh sikap individualisme dan konflik antar-kelompok, baik di tingkat desa maupun nasional. Media sosial, misalnya, kerap menjadi arena adu argumen yang jauh dari sikap saling menghormati. Generasi muda Samaguna perlu didorong untuk melampaui sekadar kemenangan dalam perlombaan, menuju sikap yang lebih dewasa dalam menghadapi perbedaan pandangan, baik dalam diskusi politik, agama, maupun budaya. Tanpa sportivitas yang kokoh, semangat kebersamaan yang menjadi tujuan acara ini sulit tercapai.
Kecerdasan yang ditekankan dalam tema ini juga perlu dikritisi. Kecerdasan bukan hanya soal intelektual, tetapi mencakup kecerdasan emosional dan spiritual yang mampu menciptakan perubahan positif. Namun, pendidikan di desa-desa seperti Samaguna masih menghadapi tantangan serius, mulai dari akses terbatas terhadap sumber belajar hingga rendahnya kualitas pengajaran. Banyak pemuda desa terjebak dalam rutinitas tanpa ruang untuk mengembangkan kreativitas atau berpikir kritis. Program seperti lomba kemerdekaan ini seharusnya tidak hanya menjadi ajang seremonial, tetapi juga momentum untuk memperkenalkan pendidikan karakter yang mendorong generasi muda berpikir visioner dan solutif. Sayangnya, acara semacam ini sering kali hanya berhenti pada euforia sesaat tanpa dampak jangka panjang yang terukur.
Cinta tanah air, yang menjadi pilar utama tema ini, juga patut dipertanyakan implementasinya. Cinta tanah air bukan sekadar jargon atau nyanyian kebangsaan, melainkan aksi nyata dalam menjaga keberagaman dan memajukan bangsa. Namun, di tengah maraknya polarisasi sosial dan politik, semangat nasionalisme sering kali disalahartikan sebagai chauvinisme atau keberpihakan pada kelompok tertentu. Generasi muda Samaguna, dan Indonesia pada umumnya, perlu dididik untuk memahami bahwa cinta tanah air adalah tentang menghargai pluralitas, menjaga lingkungan, dan berkontribusi pada pembangunan yang inklusif. Sayangnya, kegiatan HUT RI ke-80 di banyak tempat, termasuk Samaguna, masih terjebak pada simbolisme tanpa upaya serius untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme yang kontekstual dan relevan dengan tantangan zaman.
Malam puncak Semarak Kemerdekaan ini diharapkan menjadi titik kulminasi yang mempererat tali persaudaraan, meningkatkan kreativitas generasi muda, dan menumbuhkan semangat nasionalisme. Namun, tanpa evaluasi kritis dan tindak lanjut yang jelas, acara ini berisiko menjadi rutinitas tahunan yang kehilangan makna. Untuk itu, saya mengusulkan beberapa langkah konkret. Pertama, Karang Taruna perlu merancang program pasca-kegiatan, seperti pelatihan kepemimpinan atau diskusi kelompok terfokus untuk membahas isu-isu lokal, sehingga semangat yang dibangun tidak memudar. Kedua, pemerintah desa dan universitas, termasuk Universitas Muhammadiyah Mataram yang mendukung kegiatan KKN, harus berkolaborasi untuk menyediakan akses pendidikan yang lebih baik, baik formal maupun nonformal, guna meningkatkan kecerdasan generasi muda. Ketiga, cinta tanah air perlu diwujudkan melalui proyek-proyek nyata, seperti pelestarian lingkungan atau pemberdayaan ekonomi lokal, yang melibatkan pemuda sebagai aktor utama.
Saya mengapresiasi kerja keras panitia, relawan, dan masyarakat Desa Samaguna yang telah bahu-membahu menyukseskan acara ini. Namun, keberhasilan sebuah kegiatan tidak hanya diukur dari kelancarannya, tetapi juga dari dampak nyata yang dihasilkan. Generasi muda Samaguna harus terus didorong untuk menjadi agen perubahan yang tidak hanya sportif dan cerdas, tetapi juga memiliki visi jelas untuk memajukan desa dan bangsa. Mari kita jadikan peringatan HUT RI ke-80 ini sebagai titik awal untuk membangun generasi yang mampu menjawab tantangan zaman dengan solusi inovatif dan semangat kebersamaan yang inklusif.
Sekali lagi, Dirgahayu Republik Indonesia! Semoga semangat kemerdekaan terus membara, bukan hanya dalam hati, tetapi juga dalam tindakan nyata demi Indonesia yang lebih baik.

Wasekum: PPPA Hmi Kom M. Darwis