KKN Itu Harus Berdampak, Bukannya Jadi Beban Warga dan Ajang Foto-Foto
Kegiatan KKN seharusnya menjadi bentuk nyata penerapan ilmu mahasiswa di tengah masyarakat, bukan sekadar formalitas dan dokumentasi semu.

Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. KKN dirancang agar mahasiswa dan mahasiswi bisa menubuh, bersosialisasi, dan berinteraksi langsung dengan warga desa. Seharusnya, inilah momentum bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu yang telah mereka pelajari di bangku perkuliahan. Dengan begitu, KKN menjadi salah satu bentuk promosi nyata dari kualitas perguruan tinggi.
Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Tak jarang, KKN justru hanya menjadi ajang foto-foto untuk kebutuhan konten media sosial, tanpa kontribusi yang signifikan bagi masyarakat. Bahkan, dalam beberapa kasus, keberadaan mahasiswa justru membebani warga desa, baik secara waktu, tenaga, hingga konsumsi.
“Seharusnya kami bisa berbuat lebih banyak. Tapi jujur, banyak dari kami lebih fokus menyusun dokumentasi ketimbang mendengarkan keluhan warga,” kata Af saat menghubungi media ini
Jangan Jaga Jarak, Bangun Interaksi
Salah satu kekeliruan fatal mahasiswa saat KKN adalah terlalu menjaga jarak. Mereka enggan berbaur dengan warga desa, membatasi diri dalam kelompoknya sendiri, dan lebih sibuk dengan jadwal formal atau tugas administratif. Akibatnya, mahasiswa tidak benar-benar tahu apa aspirasi, kebutuhan, atau persoalan yang dihadapi warga. Padahal, semangat dari KKN adalah keterlibatan langsung—belajar dari masyarakat, mendengarkan mereka, dan menyusun program kerja berbasis kebutuhan riil. Tanpa itu, kegiatan KKN hanya formalitas tanpa makna.
Kalau kita gak ngobrol sama ibu-ibu di warung atau ikut ngumpul malam di pos ronda, kita gak akan tahu program apa yang cocok kita buat di desa ini. Tambahnya
Ketika KKN Hanya Menyisakan Dokumentasi
Tak bisa dipungkiri, era media sosial membuat setiap kegiatan harus “Instagrammable”. Mahasiswa berlomba-lomba memamerkan aktivitas KKN mereka di berbagai platform. Tapi pertanyaannya, apakah yang mereka lakukan benar-benar berdampak bagi warga desa? Ataukah sekadar demi konten?
Sering kali, mahasiswa datang tanpa pemahaman mendalam tentang kondisi sosial dan kebutuhan masyarakat setempat. Program kerja yang dibawa pun tidak berdasarkan observasi nyata, hanya salin-tempel dari angkatan sebelumnya.
Warga Jadi Korban Ekperimen
Ironisnya, tak jarang warga merasa terbebani. Mereka harus menyediakan konsumsi, waktu, bahkan tempat tinggal bagi mahasiswa. Ada juga yang harus ikut hadir dalam program-program seremonial yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.
“Mahasiswa datang pagi-pagi minta warga kumpul, katanya ada penyuluhan. Tapi habis itu ya gitu aja, mereka sibuk foto-foto. Gak ada lanjutannya,” ujar salah satu warga desa tempat KKN di Sumatera Utara.
KKN yang Berdampak: Seperti Apa?
KKN yang baik bukan soal banyaknya kegiatan, tetapi seberapa relevan dan bermanfaat kegiatan tersebut bagi masyarakat. Mahasiswa seharusnya:
- Melakukan observasi terlebih dahulu: Datangi warga, dengarkan kebutuhan mereka.
- Menyesuaikan program kerja dengan kondisi lokal: Jangan paksakan pelatihan digital di desa yang belum punya jaringan internet stabil.
- Fokus pada keberlanjutan: Tinggalkan sesuatu yang tetap bisa digunakan warga meski kalian sudah pulang.
- Bangun relasi, bukan hanya reputasi: KKN adalah tentang belajar dari masyarakat, bukan pamer aksi.
Kesimpulan
KKN adalah kesempatan emas bagi mahasiswa untuk belajar langsung dari masyarakat. Jangan jadikan KKN sebagai beban, apalagi sekadar ajang konten. Buatlah program yang sederhana tapi berdampak. Biarkan kehadiran kalian dikenang karena manfaatnya, bukan karena gangguannya.