Lulus karena Kasihan? Realita yang Terjadi di Balik Meja Bimbingan

4
download2833294220499000323541062
Foto Mahasiswa yang Depresi

Kehidupan kuliah bukan hanya tentang senyum, tawa, dan gelar sarjana di akhir perjalanan. Ada masa-masa ketika semuanya terasa berat. Lelah, bingung, bahkan nyaris putus asa, adalah fase yang hampir pasti dialami setiap mahasiswa.

Di awal semester, kita datang ke kampus dengan semangat membara. Membayangkan masa depan cerah, pengalaman organisasi, dan kehidupan bebas yang katanya menyenangkan. Namun seiring berjalannya waktu, terutama saat memasuki pertengahan semester, realitas mulai menunjukkan wajahnya yang lain.

Kita harus bisa memotivasi diri kita sendiri.

Di pertengahan semester kita akan di hidangkan berbagai persoalan misalnya, melihat kawan-kawan kita udah pada selesai, ke pengin nikah dan tekanan keluarga agar kita cepat selesai kuliah. Kehidupan yang seperti ini tentunya akan di hidangkan ke setiap mahasiswa yang terancam DO, misalnya keluarga mengatakan si A sudah selesai, si A udah nikah kamu kapan selesainya? Hal semacam itu pasti dirasakan mahasiswa yang lulus tidak tepat waktu. Jangan lupa baca juga (Pesan penting: wisuda tepat waktu atau diwaktu yang tepat). Namun, dalam hal ini kita harus bisa memotivasi diri kita sendiri. Berikut beberapa strategi untuk memotivasi sendiri

  • Akui perasaanmu. Tidak perlu pura-pura kuat. Jujur pada diri sendiri adalah langkah awal untuk sembuh.
  • Kurangi membandingkan diri dengan orang lain. Fokus pada progresmu, bukan pada kecepatan orang lain.
  • Buat target kecil. Satu halaman skripsi per hari jauh lebih baik daripada menunggu inspirasi seminggu sekali.
  • Cari teman cerita. Jangan hadapi semuanya sendiri. Teman, keluarga, bahkan dosen bisa jadi tempat berbagi.
  • Ingat tujuan awalmu kuliah. Tulis ulang motivasimu di kertas dan tempel di dinding—biar setiap hari kamu ingat: Aku di sini bukan kebetulan.

Takpapa seperti kura-kura asalkan sampai pada tujuan

Setiap mahasiswa pasti tujuannya adalah selesai, kita jarang menemukan mahasiswa seperti Roky Gerung yang men DOkan diri sendiri dari universitas. Di media sosial, kehidupan kampus sering digambarkan dengan senyum, toga, dan pencapaian. Jarang ada yang menunjukkan bagaimana rasanya bergulat dengan skripsi yang tak kunjung disetujui, atau IPK yang jatuh meski sudah berusaha keras. Pada kenyataannya banyak mahasiswa yang merasakan:

  1. Menangis diam-diam karena merasa gagal.
  2. Mengalami krisis kepercayaan diri.
  3. Bertanya-tanya, “Apakah aku salah jurusan?”
  4. Merasa tersesat, terjebak, dan sendirian.

Menurut orang sich kita harus ngerasain itu supaya kita bisa melompati tembok yang dinamakan perguruan tinggi. Menurut kalian gimana??.

Kuliah bukan perlombaan dan kuliah bukan garis finis. Ia adalah jalan panjang yang kadang berliku tapi justru disanalah tempat kita bertumbuh.

Ketika Semangat Diuji dan “Jalur Kasihan” Jadi Alternatif

Dalam kehidupan kuliah, semangat kita sering diuji. Salah satunya oleh para dosen yang beralasan bahwa dunia luar jauh lebih kejam daripada dunia kampus. Maka, tak sedikit mahasiswa yang akhirnya memainkan strategi entah dengan menyusun kalimat sedih, jual cerita duka, atau menunjukkan ekspresi lelah demi mendapatkan tanda tangan ACC.

Sarkasmenya begini: ada yang berkata bahwa untuk bisa melewati tembok kampus, kita harus punya “jalur” sendiri. Entah itu jalur kasihan, jalur koneksi, atau jalur sabar dan rajin yang panjang dan berliku.

Pada akhirnya, beberapa memang lulus bukan karena benar-benar siap secara akademik, tapi karena sistem akademik itu sendiri tak tahan lagi melihat kita nongkrong di daftar bimbingan terlalu lama. Lulus karena kasihan? Bisa jadi. Tapi lulus tetaplah lulus.

Kesimpulan

Pada akhirnya, kuliah bukan soal siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling rajin, memiliki ambisi yang sehat, dan tahu bagaimana menyusun strategi untuk bertahan. Karena hidup di dunia kampus bukan hanya tentang nilai akademik, tapi juga tentang kecerdikan membaca situasi, kesabaran menghadapi tekanan, dan keberanian untuk terus melangkah meski tertatih.

Tak semua orang lulus dengan gemilang, tapi setiap orang punya caranya sendiri untuk sampai ke garis akhir. Maka tak apa berjalan pelan, asal tetap bergerak. Rajin, sabar, dan cerdas membaca peluang itulah kuncinya.

Takpapa seperti kura-kura, asalkan tetap melangkah dan sampai pada tujuan.

4 thoughts on “Lulus karena Kasihan? Realita yang Terjadi di Balik Meja Bimbingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *