Pesan penting: Wisuda tepat waktu atau diwaktu yang tepat

Ketika kita pertama kali menjejakkan kaki di kampus, kita akan segera disambut oleh keberagaman karakter manusia. Ada yang ambisius, ada yang santai, ada yang aktif di kelas, dan ada pula yang tiba-tiba menghilang bagai ditelan bumi entah iblis mana yang menculiknya dan muncul saat di penghujung. Kampus memang ruang yang luas penuh dengan individu-individu dari latar belakang, tujuan, dan dinamika batin yang beragam. Jangan lupa baca juga (Mahasiswa Apatis Akibat Terobsesi IPK Tinggi)
Dalam konteks ini, tentu tidak hanya mahasiswa yang hadir, tetapi juga bagian dari apa yang disebut civitas akademika termasuk dosen, tenaga kependidikan, dan birokrat kampus. Mahasiswa akan sering dibenturkan dengan Indeks Prestasi Komulatif sehingga kita akan berlomba-lomba mendapatkan IPK yang tinggi dan melakukan segala cara untuk mencapai IPK tinggi tersebut.
Namun, tulisan ini bukan hendak menyoroti para dosen atau kebijakan kampus. Fokus tulisan ini adalah pada narasi yang terus diulang, kadang dengan tekanan terselubung: “Wisuda Tepat Waktu”. Dan muncul pula narasi tandingannya: “Wisuda di Waktu yang Tepat”.
Di kampus kita tak heran melihat mahasiswa yang begitu pintar dan sesuai standar prosedural masih tetap diabaikan dosennya heehe, dan ada pula mahasiswa yang biasa-biasa saja justru malah cepat selesainya hehehe. Karna dunia kampus itu bukan soal pintarnya saja tapi lebih kepada soal rajin dan pandai mendekatkan diri, komunikatif yang baik kepada orang yang berotoritas.
Emosi Mahasiswa: Di mainkan oleh realita
Di kampus, bukan hanya pikiran yang diuji, tetapi juga emosi. Kita pernah atau sering menyaksikan teman yang begitu ambisius, disiplin, dan rajin namun justru diabaikan. Sementara yang lain, yang jarang terlihat di kelas, tahu-tahu sudah yudisium. Bahkan lulus duluan.
Lalu kita mulai bertanya-tanya: apakah ini tentang kualitas, atau soal koneksi? Jangan heran jika kalian melihat seseorang yang jarang masuk kampus, tiba-tiba muncul dengan toga dan senyum kemenangan. Di sinilah muncul rasa frustrasi, kecewa, atau bahkan muak. Tapi itulah realita kampus yang jarang dibicarakan secara jujur.
Dibalik Frasa yang Terlihat Sederhana
Di balik, narasi “wisuda tepat waktu” terdengar baik. Siapa yang tidak ingin menyelesaikan kuliah dalam 4 tahun dan membanggakan orang tua? Namun, di balik narasi itu tersembunyi tekanan. Tekanan dari kampus, dari keluarga, dari masyarakat, bahkan dari sesama mahasiswa sendiri.
Muncul narasi tandingan”wisuda di waktu yang tepat” berangkat dari kesadaran bahwa setiap orang punya proses dan perjalanan hidup yang berbeda. Ada yang harus bekerja sambil kuliah. Ada yang terlibat organisasi dan gerakan sosial. Ada pula yang sedang berjuang memahami arah hidupnya sendiri. Lulus memang penting, tapi apakah benar semuanya harus diseragamkan?
Kampus bukan panggung perlombaan
Jika hidup adalah perjalanan, maka kampus adalah salah satu stasiun persinggahan. Tidak semua orang harus berlari dengan kecepatan yang sama. Tidak semua orang punya modal sosial dan ekonomi yang sama. Maka, mengukur keberhasilan hanya dari seberapa cepat kita selesai adalah ukuran yang timpang.
Yang perlu diingat apa yang sudah dimulai harus diselesaikan.
Kesimpulan
Pada akhirnya, setiap mahasiswa berhak menentukan narasinya masing-masing, yang terpenting adalah apa yang sudah dimulai harus diselesaikan. Kampus bukanlah tempat gelanggang perlombaan adu cepat. Selesai tepat waktu bagus, selesai diwaktu yang tepat berarti berkualitas hehehe